“Lia,
duduk belakang aja yuk! Panas nich disini.” Ajak Dinda. Mereka sekarang lagi
les di salah satu lembaga bimbingan belajar di kota pelajar tersebut.
“Dinda,
ngomong-ngomong gimana kabar pangeran udaramu?” Dinda memiliki seorang pacar,
namun mereka belum saling mengetahui. Mereka kenal lewat SMS dan jadianpun
lewat HP.
“Ya...biasa
aja. Tadi pagi dia telpon aku. Dan katanya sich dia ada di Jawa Timur. Eh, aku
suruh nyebutin di mana tepatnya dia nggak mau.”
“Tunggu
dech. Emange dia kerja dimana?”
“Dia
sich ngomongnya kerjanya tuch pindah-pintah di seluruh kota yang ada di Jawa
gitu. Tau ah! Tuh Tentornya udah dateng. Lho kayaknya tentor baru tuch” mereka
mengakhiri pembicaraan saat tentornya datang.
“Wau...
cakep banget.” Lanjut Lia
“Selamat
sore guys” sapa tentor yang masih muda and ca’em tersebut.
“Sebelumnya
perkenalan dulu aja ya. Nama saya Yoga Pratama, biasa dipanggis Mas Yoga, asli
Solo City Central Java.” Dinda dan Lia langsung terdiam.
“Status
. . .” tanya anak-anak yang selalu ingin tahu
“Kalau
saya sich masih bujang. Tapi, pendaftaran sudah ditutup. Karena saya sudah
memiliki seseorang yang spesial” jawab Mas Yoga dengan PDnya.
“Lia,
bener nggak sich pendengaran aku?” tanya Dinda yang tak percaya dengan apa yang
didengarnya. Dinda langsung saja mengeluarkan HPnya dan menelfon pacar udaranya
tersebut.
“Semoga
ini hanya kebetulan saja” doa Dinda yang tak ingin percaya dengan yang terjadi.
Dan HP sang tentor berbunyi. Anak-anak langsung bersorak tanpa dikomando.
Dinda_pun langsung mematikan HPnya.
“Oh
ya, ini semua satu sekolah kan?” lanjut sang tentor untuk meredam kebisingan
ruangan.
“Iya
Pak........ eh, Mas” jawab anak-anak yang mulai beranjak dewasa itu dengan
kompaknya.
“Kalian
dari SMA mana?”
“SMA
Negeri 2 Surabaya gitu lho” jawab Eggi dengan bangga menyebut nama sekolahnya.
“O...
SMA Negeri 2 Surabaya.” Jelas sang tentor.
Dinda
sudah tak berani berkutik. Dia hanya terdiam saat sang tentor menjelaskan
tentang Aritmatika. Memang Dinda sangat menyukai pelajaran Matematika. Tapi
bukan itu yang membuatnya diam. Dia Cuma tidak ingin perhatian sang tentor
tertuju pada dia. Karena setiap ada anak yang ramai Mas Yoga langsung memberi
pertanyaan.
Dinda
bisa saja menjawab pertanyaan mas Yoga, yang ia takutkan kalau mas Yoga hafal
dengan suaranya. “Untung aku nggak pake nama Asliku saat kenalan sama dia. Bisa
mati aku.” Kata Dinda kepada Lia yang sembari tadi juga sama-sama diamnya.
Les
di hari itupun usai. Dinda langsung menghela nafas panjang-panjang. Dinda dan
Lia pulang paling akhir.
“Din,
mas Yoga masih di dalam samperin sana gih!”
“Gila
kamu ya! Bisa mati aku” tak berselang lama tiba-tiba mas Yoga memanggil mereka
berdua.
“Dek,
tunggu sebentar.” Merekapun tak jadi pulang karena Mas Yoga menyuruknya
berhenti.
“Ada
apa Mas?” tanya Lia.
“Kalian
dari SMA Negeri 2 Surabaya juga kan?”
“Iya,
memangnya ada apa ya Mas?”
“Apa
kalian kenal dengan Clarisa. Biasanya dipanggil Icha. Dia anak 3A3.”
“Iya
kenal” jawab Dinda, yang akhirnya mau angkat bicara juga.
“Lho
suara kamu kok mirip Icha ya?”
“Ya,
enggak lah. Masak suara Dinda mirip suara Icha sich Mas. Mas ngarang dech.”
“Dek,
aku boleh titip salam buat dia nggak?”
“Boleh
aja kok Mas. Tapi ada satu syarat.” Jawab Lia dengan santainya.
“Apa
tuch syaratnya?”
“Mas
Yoga harus setia dengan kelas kita. Maksudnya, setiap ada jam Matematika, Mas
Yoga harus ngisi kelas kita.” Lia mengajukan syarat dengan alasannya. Dinda
masih terdiam di dekat Lia sambil melirik Yoga.
Hari
demi haripun telah berlalu. Dinda masih saja mengikuti les yang dibimbing oleh
Yoga. Dan Icha juga masih setia dengan pacar udaranya yang sudah dia ketahui
wajahnya. Walaupun Yoga belum tau wajah Icha. Biarin, salah siapa enggak usaha.
Satu
bulan telah berlalu. “Icha, kamu tau nggak ini tanggal berapa?” Tanya Yoga saat
dia telfon Icha.
“Tanggal
2 Agustus emangnya kenapa?” tanya Icha, sebenarnya dia tahu dengan maksud
kata-kata Yoga. Dan mereka janjian mau ketemuan setelah usia hubungan mereka
dua bulan.
“Aku
nggak bisa kalo ntar sore. Aku ada Les.” Jawab Icha saat diajak ketemuan sore
harinya.
Akhirnya
mereka sepakat menunda pertemuan mereka untuk yang pertama kalinya.
Les
disore yang melelahkan itu dimulai. Dinda sudah bertekat hati untuk menampakkan
dirinya yang sebenarnya. Saat pengisian daftar hadir siswa, Dinda menuliskan
nama samarannya, Icha.
“OK.
Sudah satu bulan saya mengisi di kelas ini. Hari ini saya akan mengenal kalian
satu per satu.” Mas Yoga memanggil nama siswa-siswinya satu per satu, sampai
juga urutan Icha. Dia tidak berani menampakkan wajahnya, Dinda hanya berani
mengacungkan jari dan Mas Yoga pun terdiam.
Teman-teman
Dinda pada bingung dengan kelakuan sang tentor dan salah seorang teman mereka.
“Mas, kok malah diam. Cepetan lanjutin. Atau... tentor kita jatuh cinta pada
Dinda?” Eggi memecah keheningan.
“Hu.
. . hu . . .hu . . .” sorak anak-anak yang lain. Hingga jam pelajaran sore usai
Mas Yoga masih bertanya-tanya apa benar dia Icha, pacarnya.
(Yoga,
kini qm udh tau sp aq. Qm udh tau sperti apa aq. 2 bln tlh berlalu ‘n qt udh
saling ktmu) itulah yang ditulis Dinda di layar HPnya sesaat sebelum
mereka pulang les.
Setelah
les usai, Dinda dan Lia langsung berdiri untuk beranjak pulang. Namun, mereka
pulang paling akhir. “Icha, tunggu sebentar” cegah Yoga saat mereka akan
beranjak keluar ruangan.
“Din,
aku pulang dulu ya” emang Lia adalah sahabat yang pengertian.
“Thanks
ya Lia.” Sahut Dinda
Icha
dan Yoga pun pergi berdua. Mereka telah tepati janji mereka untuk bertemu
setelah hubungan mereka berusia dua bulan. Tak hanya itu, Yoga juga telah
bertemu dengan Orang Tua Dinda, dan mengutarakan niatnya untuk bertunangan
dengan Dinda sebelum mereka melanjutkan ke jenjang yang lebih serius.
Dan
Guru Les Dinda juga menjadi kekasihnya. Tiada yang tidak mugkin di dunia ini,
segala kemungkinan dapat terjadi. Segala kebahagian dapat diraih, jika kita mau
bersabar dan berserah diri pada-Nya